Solar City
Cerpen Karya Estri Sri Utami
Kota Solar merupakan kota masa depan impian sejuta umat, bahkan kota ini dinobatkan sebagai kota tercanggih di dunia pada peradaban tahun 2050 sekarang. Kalian tidak akan menemukan petani dengan kerbaunya atau kipas angin yang mempunyai ukuran besar. Semua itu sudah tidak ada dan tergantikan dengan sebuah mesin yang lebih canggih. Populasi robot humanoid tersebar di mana-mana sejauh mata memandang. Tidak hanya itu, beberapa robot yang terlihat sangat mirip seperti manusia atau kita sebut saja sebagai cyborg sudah bukan menjadi hal yang menggemparkan. Alat-alat transportasi berkembang dengan sangat pesat, seperti bulan kemarin telah terselesaikannya proyek mobil terbang dan akan diproduksi massal.
Di kota yang futuristik ini Kairu lahir. Anak laki-laki itu kini sudah menduduki kelas tiga SMP, namun otaknya memiliki kemampuan yang luar biasa. Pendidikan pada masa ini sangat berbeda. Di kalangan remaja seusia Kairu, mereka sudah mahir melakukan operasi besar, seperti operasi jantung. Kairu memiliki tiga teman lainnya. Di antaranya Rigel yang berasal dari negara China, Neil yang berasal dari Dubai, dan Jeno berasal dari Korea Selatan. Keempat anak laki-laki itu bukanlah anak biasa. Keempatnya masing-masing memiliki kemampuan yang beragam. Jika Kairu mahir di bidang kedokteran, Rigel mahir di bidang kesenian, Neil yang suka bereksperimen, dan Jeno yang selalu tertarik pada bidang teknik.
Meskipun peradaban saat ini sudah sangat canggih, namun belum ada satupun ilmuwan yang mampu menciptakan mesin waktu. Entah mengapa, topik ini menjadi topik panas yang selalu dibahas Kairu dan teman-teman. Mereka masih saja mencari tahu bagaimana suatu mesin waktu mampu direalisasikan. Sudah berulang kali pula para orangtua mereka mengingatkan untuk tidak menciptakan benda tersebut, karena dikhawatirkan menjadi sebuah penyebab kekacauan waktu di berbagai zaman. Kairu dan teman-temannya hanyalah seorang remaja yang rasa ingin tahunya tinggi.
Tanpa memberi tahu para orangtua, mereka merencanakan untuk menciptakan mesin waktu yang terhebat. Sampai di hari terakhir, tepatnya hari ini, semuanya sudah selesai hanya tinggal percobaan saja dan semuanya sempurna. Keempatnya kini berada di ruangan tempat mereka biasa melakukan eksperimen. Tempat itu bernama dream lab. Di dalam dream lab keempatnya memikirkan bagaimana percobaan mesin waktu itu dilakukan. Rigel berdiri dari kursi yang didudukinya menghadap ke arah teman-temannya.
“Aku punya ide!” Ucap nya dengan semangat. Ketiga temannya menatap Rigel penasaran.
“Apa?” Jeno yang sedari tadi diam akhirnya bersuara, laki-laki dengan tatapan tajam itu menatap Rigel dengan ekspresi datarnya.
“Gimana kalo kita ke tahun 2020? Di masa itu pandemi besar-besaran terjadi.” Rigel menatap teman-temannya yang sedang berpikir.
“Kurang seru. Yang lain dong!” Neil yang suka berpetualang memprotes ide dari Rigel, membuat anak laki-laki berkulit putih itu mengerucutkan bibirnya kesal.
“Kalian pernah dengar cerita kristal major?” Kairu yang sedari tadi diam saja akhirnya bersuara, hingga teman-temannya terfokus pada laki-laki itu.
“Kristal ajaib yang sampai sekarang belum ditemukan keberadaannya.” Jeno bergumam dan Kairu mengangguk.
“Terakhir diteliti, konon kristal itu ada di masa purba.” Kata Kairu lagi.
Neil menjentikkan jarinya, bibirnya langsung mengembang seiring otaknya membayangkan betapa serunya petualangan kali ini.
“Kita langsung berangkat sekarang!” Ucapnya dengan nada yang semangat. Keempat temannya setuju.
Mereka beranjak dari duduk dan bersiap-siap. Masing-masing dari mereka memakai mesin waktu tersebut di pergelangan tangan, beberapa angka muncul setelahnya tepat di atas nadi. Sesuai informasi, mereka akan pergi di masa purba. Angka tahun tersebut disetel bersamaan dan mereka hilang begitu saja dari dream lab, memulai petualangan baru.
Tumbuhan raksasa yang asing menyapa Kairu dan teman-teman. Mereka menatap ke sekeliling yang hanya ada tumbuhan-tumbuhan besar. Entah ada di mana kristal tersebut, yang pasti mereka akan menemukannya.
“Jeno cari koordinat dari kristal itu.” Perintah Kairu pada Jeno. Anak laki-laki itu mengangguk, kemudian sebuah hologram mengambang diudara menampilkan informasi terakhir dari lokasi terlihatnya kristal. Jeno memutar-mutar hologram tersebut untuk mendapatkan detail dari informasinya.
“Sebelah barat dari kita berdiri.” Katanya.
“Wow cukup dekat. Ayo aku udah nggak sabar!” Ucap Niel sambil menarik lengan Rigel dan Kairu.
“Tunggu! Area itu cukup berbahaya.” Jeno berusaha keras untuk memperingati Niel tapi anak itu hanya acuh.
“Halah paling capung raksasa Jen.” Ucapnya kemudian melenggang meninggalkan Jeno sendiri. Padahal,
“Yang kamu maksud tidak berbahaya adalah lintah raksasa, Neil”. Gumamnya memperhatikan punggung teman-temannya. Kemudian dengan informasi yang cukup, ia melangkah menyusul teman-temannya.
Mereka terus menyusuri hutan raksasa itu. Tidak ada yang aneh, hanya ada tumbuhan besar yang unik. Hingga mereka tiba di sebuah gua raksasa yang diyakini adalah tempat dari kristal tersebut tersembunyi. Mereka berdiam diri di depan pintu gua.
“Entah mengapa, aku tidak suka dengan hawa dari gua ini.” Ucap Rigel takut, ia mulai merasakan bulu tangannya meremang. Sedangkan Jeno yang berada di sebelahnya memegang pundaknya untuk mengurangi rasa takut Rigel.
“Itu hanya perasaanmu saja Rigel. Tidak akan ada yang berbahaya menanti di balik gua ini.”
“Cih! Kalau sampai hal itu berbalik dari apa yang kamu katakan. Aku akan memukul kepalamu dengan batok kelapa, Neil.” Ucap Rigel kesal.
“Sudah-sudah, ayo masuk” Ajak Kairu. Ia yang lebih dulu masuk, menerangi goa itu dengan sensor cahaya yang berada di lengan pakaiannya.
Gua tersebut lembab dan cukup luas, kaki mereka terus menelusuri dengan Rigel yang senantiasa berada di samping Jeno. Takut-takut ada hal yang tidak diinginkannya terjadi,ia bisa berlindung di balik tubuh temannya yang kekar itu.
Tiba-tiba saja ada sebuah kelabang yang berukuran tidak kecil menyerang mereka, dengan sigap keempatnya berusaha menghindar.
“Kairu awas!” Jeno memperingati Kairu bahwa akan ada kelabang raksasa yang menyerangnya, untungnya Kairu dengan lincah menghindar dan menyorotnya dengan laser pisau, seketika kelabang besar itu mati terbelah menjadi dua. Dada keempatnya bergemuruh, terutama Neil.
“Lihat! Lihat apa yang kamu katakan Neil!” Rigel berteriak marah ia menunjuk bangkai kelabang tersebut yang berada di hadapan Neil. Sedangkan anak itu tercekat dengan teriakan Rigel dan apa yang sudah terjadi di hadapannya.
“Maaf.” Gumamnya, ia menunduk menyesali perkataannya.
“Bayangkan Kairu tidak menghindar tadi, dia akan mati termakan kelabang raksasa tersebut! Apa kamu tidak peduli pada temanmu sendiri dan hanya mementingkan dirimu sendiri, Neil?” Rigel berkata sarkas menambah suasana menegang. Neil yang memang merasa bersalah hanya menunduk.
“Rigel sudah, aku tidak apa-apa. Tidak ada yang terluka, kamu lihat kan?” Kairu menenangkan situasi yang sudah memanas.
“Kita sudahi atau kita lanjutkan?” Jeno bertanya membuat semua temannya berpikir.
“Aku tidak mau. Aku takut salah satu dari kita tak kan pernah pulang.” Rigel menunduk, perlahan air matanya menetes. Anak itu menangis.
“Rigel benar. Kita memang tidak mendapatkan kristal itu, tapi kita mendapatkan arti dari pertemanan itu sendiri.” Jeno berucap bijak menatap kearah teman-temannya.
“Lagipula siapa yang butuh kristal? Jika kita bisa memberi pelajaran pada si sok tahu satu ini.” Kairu tertawa dan menatap jahil pada Neil. Keempatnya ikut tertawa, termasuk Rigel.
“Maksud kalian apa?” Neil bertanya polos pada saat teman-temannya menatap seolah dia adalah manusia yang mempunyai banyak kesalahan.
“Nanti juga kamu akan tahu sendiri.” Ucap Jeno. Keempatnya kemudian saling merangkul satu sama lain dan tertawa. Mereka menyadari betapa pentingnya pertemanan mereka daripada kristal major. Pertemanan sama berharganya dengan kristal tersebut. Di kota Solar mereka menemukan satu sama lain saling menguatkan. Begitulah pertemanan, kamu akan memiliki seseorang berharga yang selalu tercatat dalam jalan hidupmu. Pertemanan yang berarti adalah pertemanan yang saling mengerti satu sama lain.